
Perjalanan Suci Menuju 2249 mdpl
Kadangkala aku sering bertanya kepada diriku sendiri sebelum memulai suatu perjalanan. Pelajaran apa yang akan aku dapatkan kali ini? Sebuah pertanyaan yang kadang aku sendiri tak pernah tahu jawabnya. Ketika kembali dari perjalanan dan mengingat kembali rentetan peristiwa yang menghiasi, akhirnya aku mengerti pelajaran apa yang aku dapatkan. Perjalanan kali ini terencana untuk kembali memanggul beban dengan ribuan langkah kaki yang mengikutinya. Menguatkan mental, semangat serta memupuk tekad untuk mewujudkan mimpi menuju ketinggian. Sebuah ritual suci yang selalu aku jalankan ketika jiwa ini bosan dengan kepenatan.
Mengatur Perjalanan
Malam itu aku habiskan dengan mengemas beberapa potong kaos, satu baju lengan panjang berbahan flannel dan juga hoody sweater. Perlengkapan obat-obatan pribadi beserta peralatan mandi aku packing dengan rapi supaya tidak memakan tempat dalam keril. Mataku sulit terpejam barang sekejap, mungkin gara-gara 2 gelas kopi yang aku minum sembari menyelesaikan tulisanku tadi sore. Sial.
Kami serombongan janjian di terminal bis Bekasi untuk menuju ke kota berjuluk Swiss van Java, Garut. Aku memilih tidur pulas di dalam bis demi membalaskan dendam semalam. Badan ini cukup lelah, aku tak mau ketika nanti melakukan perjalanan mendaki tidak dalam kondisi fit. Pilihan tidur adalah alasan yang tepat dibanding meladeni perbincangan receh dengan rekan seperjalanan. Maaf ya.

Istirahat atur napas di tanjakan beton. Dok: Pribadi
Menjelang sore hari kami tiba di pertigaan Tarogong kota Garut. Ferry salah seorang teman kami sudah menjemput dengan mobil bak terbuka. Kami bertujuh menuju rumahnya untuk mengatur rencana perjalanan pendakian ke Gunung Guntur nanti malam dan beristirahat. Makanan khas Sunda…